Saya dilahirkan dari sebuah keluarga kecil dan sederhana. Saya lahir pada tanggal 27 Juni tahun 1992 dan diberi nama Dwina Surya Lestari. Saya dulu pernah tinggal di Jakarta tepatnya di Sunter yang menjadi kota kelahiran saya. Saya bersekolah di SD Hang Tuah XI. Lalu ketika saya berumur 8 tahun saya pindah ke Kota Bekasi. Di Kota Bekasi saya tinggal di Perum. Pejuang Jaya JL. Patriot 1 Blok C No. 26 Rt.007/012 Pejuang Medan Satria Bekasi 17131. Lingkungan tempat tinggal saya sekarang sangat berbeda dengan lingkungan tempat tinggal saya sebelumnya. Jarak rumah dengan rumah yang lain sangat berdekatan, berbeda sekali dengan tempat tinggal saya sebelumnya yang jarak rumah dengan rumah yang lain dibuat jauh-jauh. Selain itu, lingkungan pergaulan disini juga sangat berbeda. Disini sangat kental sekali nuansa kebersamaan, saling tolong-menolong dan sosialisasinya. Karena saya berpindah tempat tinggal, saya juga harus meniggalkan sekolah lama saya. Saya pindah sekolah ke SD Taman Pejuang. Setelah lulus dari Sekolah Dasar, saya melanjutkan ke SMPN 146 Jakarta, yang terletak di Jakarta Timur. Lalu saya meneruskan ke SMK Mandiri. Saya memilih SMK karena setelah lulus, saya dibekali ilmu tentang Manajemen dan Bisnis. Setelah itu, saya melanjutkan pendidikan dengan berkuliah di Universitas Gunadarma dan mengambil jurusan Manajemen Keuangan dan Pemasaran jenjang D3.
Saya adalah anak kedua dari dua bersaudara. Ya saya adalah anak bungsu. Kakak saya bernama Wahyu Arif Pratama, adalah seorang kakak yang baik, bijaksana dan bertanggung jawab. Kedua Orang Tua saya sama-sama berprofesi sebagai guru di sekolah yang sama pula, yaitu SLTPN 232 Jakarta Timur. Ayah saya sebagai Guru pelajaran Matematika dan Ibu saya sebagai Guru pelajaran IPA/Biologi. Profesi itu digelutinya hingga sekarang. Mungkin keduanya dipertemukan di sekolah yang sama kemudian mereka menikah. Kakak saya sendiri sudah bekerja di sebuah Perusahaan Swasta di kawasan Cikarang.
Menjadi seorang yang sukses dalam bidang apapun dan membanggakan Orang Tua adalah sepercik cita-cita saya. Ketika saya menjadi seorang yang sukses nanti, saya ingin memberangkatkan kedua Orang Tua saya untuk menunaikan ibadah Haji. Bagi saya membuat Orang Tua bangga adalah sebuah cita-cita yang amat sangat saya inginkan.
Masa SMA adalah masa dimana setiap orang yang mengalaminya akan mempunyai pengalaman yang baik. Seperti saya, pengalaman baik saya adalah bisa mengenal dan memahami orang yang berada disekitar lingkungan sekolah. Di sekolah tempat saya menimba ilmu, saya menemukan sahabat-sahabat setia yang tidak bisa saya lupakan. Mereka sangat mengerti dan memahami apa arti sahabat sesungguhnya. Mereka adalah orang-orang yang hebat. Sampai sekarang pun saya masih bisa berhubungan dengan mereka, walaupun tidak setiap hari karena adanya faktor keterbatasan waktu.
Waktu masih kelas 9, saya pernah mengalami pengalaman buruk. Kejadian itu terjadi waktu saya dan keluarga besar dari Ibu, pergi ke Kota Yogyakarta untuk berlibur akhir semester 2. Waktu itu kami pergi ke sebuah pantai yang saya tidak tahu namanya. Kami langsung menuju bibir pantai untuk bermain air sejenak. Memang, ombak laut di pantai itu cukup besar, tetapi sesekali ombak yang datang agak sedang. Saya pun memberanikan diri untuk bermain air di bibir pantai. Tak disangka, ombak yang besar datang menerjang bibir pantai. Saya pun hampir terbawa arus ombak, tidak cuma saya, nenek saya yang pada saat itu berdiri di dekat saya sempat terjatuh dan tergulung-gulung karena terseret ombak. Untung saja Om saya dan warga setempat langsung menolong nenek saya. Setelah kejadian itu kami pun langsung memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Saya sendiri pun masih ada rasa trauma bila pergi ke pantai, karena kejadian itu masih melekat di pikiran saya.
Pengalaman berkesan terjadi beberapa waktu yang lalu, ketika saya ingin membuat SIM. Saya pergi ke Kantor Polisi bersama ayah saya. Ternyata di sana banyak sekali orang yang ingin membuat SIM. Saya terpaksa harus menunggu lama. Di sela waktu menunggu, ada seorang laki-laki yang tampan duduk di didepan saya. Ia datang bersama ayahnya. Lalu ayah saya dan ayah laki-laki itu sempat berbicara tentang lamanya mengurus SIM. Sebenarnya saya ingin berbicara juga dengan anaknya, tapi karena saya malu dan kelihatannya dia juga malu, saya pun tidak sempat berkenalan dengan laki-laki itu. Akhirnya laki-laki itu beserta ayahnya mendapat gililiran duluan untuk mengurus SIM. Sedangkan saya mendapat giliran mengurus SIM tidak lama setelah mereka mendapat giliran.
Jujur, selama saya bersekolah saya belum pernah mendapatkan prestasi yang membanggakan untuk kedua Orang Tua saya. Hanya saja ketika saya di Taman Kanak-kanak dulu, saya pernah mendapat piala untuk kategori lomba Melukis. Tetapi saya mempunyai tekad untuk membahagiakan Orang Tua saya ketika mereka sudah menjadi kakek-nenek nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar